Dalam
menjalankan tugasnya aparat penegak hukum tidak terlepas dari kemungkinan untuk
berbuat tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku, sehingga
perbuatan yang dilakukan dengan tujuan untuk kepentingan pemeriksaan demi
terciptanya keadilan dan ketertiban masyarakat justru mengakibatkan kerugian
bagi tersangka, keluarga tersangka atau pihak ketiga yang berkepentingan. Untuk
menjamin perlindungan terhadap hak asasi manusia dan agar aparatur negara
menjalankan tugasnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan maka KUHAP
mengatur suatu lembaga yang dinamakan praperadilan.
Pengertian
Menurut
Pasal 1 angka 10 KUHAP, praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk
memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini tentang:
a. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan/atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
b. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan tersangka/ penyidik/ penuntut umum demi tegaknya hukum dan keadilan;
c. Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya, yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.
a. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan/atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
b. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan tersangka/ penyidik/ penuntut umum demi tegaknya hukum dan keadilan;
c. Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya, yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.
Praperadilan
berdasarkan penjelasan di atas, hanyalah menguji dan menilai tentang kebenaran
dan ketepatan tindakan upaya paksa yang dilakukan penyidik dan penuntut umum
dalam hal menyangkut ketepatan penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan
dan penuntutan serta ganti kerugian dan rehabilitasi.
Praperadilan
merupakan bagian dari pengadilan negeri yang melakukan fungsi pengawasan
terutama dalam hal dilakukan upaya paksa terhadap tersangka oleh penyidik atau
penuntut umum, yang maksudnya dari pengawasan ini adalah pengawasan bagaimana
seorang aparat penegak hukum melaksanakan wewenang yang ada padanya sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada, sehingga aparat penegak
hukum tidak sewenag-wenang dalam melaksanakan tugasnya. Sementara itu, bagi
tersangka, atau keluarganya sebagai akibat dari tindakan menyimpang yang
dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam melaksanakan tugasnya, ia berhak
mendapat ganti kerugian dan rehabilitasi.
Ruang
Lingkup
Dengan
lahirnya KUHAP, pengadilan negeri tidak hanya menjalankan tugasnya untuk
menerima, memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan setiap perkara yang diajukan
kepadanya, tetapi juga mempunyai kewenangan untuk memeriksa dan memutus
permintaan pemeriksaan praperadilan sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 77
jo. Pasal 78 ayat (1) KUHAP.
Ruang
lingkup kompetensi lembaga praperadilan berdasarkan Pasal 77 KUHAP ialah
pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang:
a. Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyelidikan atau penghentian penuntutan;
b. Ganti kerugian atau rehabilitasi yang berhubungan dengan penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan.
Praperadilan berdasarkan Pasal 78 ayat (1) KUHAP merupakan lembaga yang melaksanakan wewenang pengadilan negeri sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 77 KUHAP.
a. Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyelidikan atau penghentian penuntutan;
b. Ganti kerugian atau rehabilitasi yang berhubungan dengan penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan.
Praperadilan berdasarkan Pasal 78 ayat (1) KUHAP merupakan lembaga yang melaksanakan wewenang pengadilan negeri sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 77 KUHAP.
Dari
penjelasan diatas, ada beberapa permasalahan yang timbul di dalam praktek yang
kemudian justru menjadi kelemahan dari praperadilan seperti:
1) Tidak semua upaya paksa dapat dimintakan pemeriksaan untuk diuji kebenaran dan ketepatannya oleh lembaga praperadilan, seperti penggeledahan, penyitaan, dan pembukaan serta pemeriksaan surat-surat, sehingga menimbulkan ketidakjelasan siapa yang berwenang memeriksanya apabila terjadi pelanggaran
2) Praperadilan tidak berwenang untuk menguji dan menilai sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan tanpa adanya permintaan dari tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka, sehingga apabila permintaan tersebut tidak ada, sementara tindakan penangkapan atau penahanan telah menyimpang dari ketentuan yang berlaku, maka sidang praperadilan tidak dapat diadakan
3) Hakim lebih banyak memperhatikan perihal dipenuhi atau tidaknya syarat-syarat formil dari suatu penangkapan atau penahanan dibandingkan dengan syarat-syarat materiilnya.
1) Tidak semua upaya paksa dapat dimintakan pemeriksaan untuk diuji kebenaran dan ketepatannya oleh lembaga praperadilan, seperti penggeledahan, penyitaan, dan pembukaan serta pemeriksaan surat-surat, sehingga menimbulkan ketidakjelasan siapa yang berwenang memeriksanya apabila terjadi pelanggaran
2) Praperadilan tidak berwenang untuk menguji dan menilai sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan tanpa adanya permintaan dari tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka, sehingga apabila permintaan tersebut tidak ada, sementara tindakan penangkapan atau penahanan telah menyimpang dari ketentuan yang berlaku, maka sidang praperadilan tidak dapat diadakan
3) Hakim lebih banyak memperhatikan perihal dipenuhi atau tidaknya syarat-syarat formil dari suatu penangkapan atau penahanan dibandingkan dengan syarat-syarat materiilnya.
Sarana Untuk
Memeriksa dan Memutus Sah atau Tidaknya Penghentian Penuntutan
Apabila
penyidikan telah selesai dilakukan, maka penyidik kemudian melimpahkan perkara
tersebut kepada penuntut umum. Pelimpahan perkara berarti penyerahan tanggung
jawab atas penanganan perkara tersebut dari penyidik ke penuntut umum.
Pelimpahan itu dilakukan dengan menyerahkan tersangka bersama berkas perkara
oleh penyidik kepada penuntut umum.
Menurut
Pasal 1 angka 7 KUHAP, penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk
melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang bnerwenang dalam hal dan
menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini dengan permintaan supaya
diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan.
Dalam Pasal
140 ayat (2) KUHAP penuntut umu diberikan kewenangan juga untuk menghentikan
penuntutan, dalam arti hasil pemeriksaan penyidikan terhadap tindak pidana yang
disampaikan penyidik tidak dilimpahkan penuntut umum ke sidang pengadilan.
Penghentian penuntutan ini, tidak termasuk penyampingan perkara untuk
kepentingan umum yang menjadi wewenang jaksa agung.
Penghentian
penuntutan dapat dilakukan oleh penuntut umum berdasarkan alasan-alasan sebagai
berikut:
1) Tidak terdapatnya cukup bukti pada perkara yang bersangkutan;
2) Peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana;
3) Perkara ditutup demi hukum, seperti: nebis in idem, terdakwa meninggal dunia atau daluarsa.
1) Tidak terdapatnya cukup bukti pada perkara yang bersangkutan;
2) Peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana;
3) Perkara ditutup demi hukum, seperti: nebis in idem, terdakwa meninggal dunia atau daluarsa.
Penghentian
penuntutan terhadap tersangka, dengan alasan sebagaimana yang disebutkan di
atas menurut Penjelasan Pasal 80 KUHAP dimaksudkan untuk menegakkan hukum,
keadilan, dan kebenaran melalui suatu pengawasan horisontal. Sama halnya dengan
pemeriksaan keabsahan penghentian penyidikan, maka apabila putusan praperadilan
menetapkan bahwa tindakan penghentian penuntutan yang dilakukan penuntut umum
tidak sah, masih dapat dilakukan upaya hukum berupa meminta putusan akhir ke
pengadilan tinggi dalam daerah hukum yang bersangkutan, sebagaimana yang
dijelaskan dalam Pasal 83 ayat (2) KUHAP. Penghentian penuntutan dalam putusan
praperadilan tidak menghalangi penuntutan terhadap tersangka dikemudian hari
apabila ditemukan bukti-bukti baru tentang keterlibatannya dalam tindak pidana
yang disangkakan itu
No comments:
Post a Comment