Wednesday, 19 September 2012

Praperadilan



Dalam menjalankan tugasnya aparat penegak hukum tidak terlepas dari kemungkinan untuk berbuat tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku, sehingga perbuatan yang dilakukan dengan tujuan untuk kepentingan pemeriksaan demi terciptanya keadilan dan ketertiban masyarakat justru mengakibatkan kerugian bagi tersangka, keluarga tersangka atau pihak ketiga yang berkepentingan. Untuk menjamin perlindungan terhadap hak asasi manusia dan agar aparatur negara menjalankan tugasnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan maka KUHAP mengatur suatu lembaga yang dinamakan praperadilan.
Pengertian
Menurut Pasal 1 angka 10 KUHAP, praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini tentang:
a. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan/atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
b. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan tersangka/ penyidik/ penuntut umum demi tegaknya hukum dan keadilan;
c. Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya, yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.
Praperadilan berdasarkan penjelasan di atas, hanyalah menguji dan menilai tentang kebenaran dan ketepatan tindakan upaya paksa yang dilakukan penyidik dan penuntut umum dalam hal menyangkut ketepatan penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan dan penuntutan serta ganti kerugian dan rehabilitasi.
Praperadilan merupakan bagian dari pengadilan negeri yang melakukan fungsi pengawasan terutama dalam hal dilakukan upaya paksa terhadap tersangka oleh penyidik atau penuntut umum, yang maksudnya dari pengawasan ini adalah pengawasan bagaimana seorang aparat penegak hukum melaksanakan wewenang yang ada padanya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada, sehingga aparat penegak hukum tidak sewenag-wenang dalam melaksanakan tugasnya. Sementara itu, bagi tersangka, atau keluarganya sebagai akibat dari tindakan menyimpang yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam melaksanakan tugasnya, ia berhak mendapat ganti kerugian dan rehabilitasi.
Ruang Lingkup
Dengan lahirnya KUHAP, pengadilan negeri tidak hanya menjalankan tugasnya untuk menerima, memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya, tetapi juga mempunyai kewenangan untuk memeriksa dan memutus permintaan pemeriksaan praperadilan sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 77 jo. Pasal 78 ayat (1) KUHAP.
Ruang lingkup kompetensi lembaga praperadilan berdasarkan Pasal 77 KUHAP ialah pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang:
a. Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyelidikan atau penghentian penuntutan;
b. Ganti kerugian atau rehabilitasi yang berhubungan dengan penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan.
Praperadilan berdasarkan Pasal 78 ayat (1) KUHAP merupakan lembaga yang melaksanakan wewenang pengadilan negeri sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 77 KUHAP.
Dari penjelasan diatas, ada beberapa permasalahan yang timbul di dalam praktek yang kemudian justru menjadi kelemahan dari praperadilan seperti:
1) Tidak semua upaya paksa dapat dimintakan pemeriksaan untuk diuji kebenaran dan ketepatannya oleh lembaga praperadilan, seperti penggeledahan, penyitaan, dan pembukaan serta pemeriksaan surat-surat, sehingga menimbulkan ketidakjelasan siapa yang berwenang memeriksanya apabila terjadi pelanggaran
2) Praperadilan tidak berwenang untuk menguji dan menilai sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan tanpa adanya permintaan dari tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka, sehingga apabila permintaan tersebut tidak ada, sementara tindakan penangkapan atau penahanan telah menyimpang dari ketentuan yang berlaku, maka sidang praperadilan tidak dapat diadakan
3) Hakim lebih banyak memperhatikan perihal dipenuhi atau tidaknya syarat-syarat formil dari suatu penangkapan atau penahanan dibandingkan dengan syarat-syarat materiilnya.
Sarana Untuk Memeriksa dan Memutus Sah atau Tidaknya Penghentian Penuntutan
Apabila penyidikan telah selesai dilakukan, maka penyidik kemudian melimpahkan perkara tersebut kepada penuntut umum. Pelimpahan perkara berarti penyerahan tanggung jawab atas penanganan perkara tersebut dari penyidik ke penuntut umum. Pelimpahan itu dilakukan dengan menyerahkan tersangka bersama berkas perkara oleh penyidik kepada penuntut umum.
Menurut Pasal 1 angka 7 KUHAP, penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang bnerwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan.
Dalam Pasal 140 ayat (2) KUHAP penuntut umu diberikan kewenangan juga untuk menghentikan penuntutan, dalam arti hasil pemeriksaan penyidikan terhadap tindak pidana yang disampaikan penyidik tidak dilimpahkan penuntut umum ke sidang pengadilan. Penghentian penuntutan ini, tidak termasuk penyampingan perkara untuk kepentingan umum yang menjadi wewenang jaksa agung.
Penghentian penuntutan dapat dilakukan oleh penuntut umum berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut:
1) Tidak terdapatnya cukup bukti pada perkara yang bersangkutan;
2) Peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana;
3) Perkara ditutup demi hukum, seperti: nebis in idem, terdakwa meninggal dunia atau daluarsa.
Penghentian penuntutan terhadap tersangka, dengan alasan sebagaimana yang disebutkan di atas menurut Penjelasan Pasal 80 KUHAP dimaksudkan untuk menegakkan hukum, keadilan, dan kebenaran melalui suatu pengawasan horisontal. Sama halnya dengan pemeriksaan keabsahan penghentian penyidikan, maka apabila putusan praperadilan menetapkan bahwa tindakan penghentian penuntutan yang dilakukan penuntut umum tidak sah, masih dapat dilakukan upaya hukum berupa meminta putusan akhir ke pengadilan tinggi dalam daerah hukum yang bersangkutan, sebagaimana yang dijelaskan dalam Pasal 83 ayat (2) KUHAP. Penghentian penuntutan dalam putusan praperadilan tidak menghalangi penuntutan terhadap tersangka dikemudian hari apabila ditemukan bukti-bukti baru tentang keterlibatannya dalam tindak pidana yang disangkakan itu